ORNAMEN 1
Lontar Yama Tattwa sebagai pakem
mendirikan bangunan wadah
(Matakuliah Ornamen Satu PSRD ISI
Denpasar)
Oleh: I Gusti Ngurah Agung Jaya
CK.SSn.,M.Si.
NIP: 196805161998021001, 140213
1. Pakem
Lontar Yama Tattwa
Dari pakem-pakem yang dijelaskan dalam lontar yama tatwa dapat dijabarkan oleh I
Wayan Wirya dalam tiga bagian, yaitu bagian kaki, bagian badan dan bagian
kepala, dengan bentuk pepalihan dan ragam
hias yang melekat pada wadah, yaitu
(1) pada bagian kaki terdiri atas pepalihan
bacem, pepalihan bedawang, pepalihan
gunung tajak dan pepalihan
gunung gelut; (2) bagian badan
terdiri atas pepalihan padma negara, pepalihan sancak dan pepalihan
taman; (3) bagian kepala terdiri atas
pepalihan padma sari, pepalihan badadara,
pepalihan rongan, dan pepalihan tumpang/atap.
Tiap-tiap
bagian pepalihan yang terdapat pada wadah, terdiri atas susunan pepalihan yang berukuran besar, sedang,
dan kecil. (a) pepalihan wayah adalah pundan berundak tiga
seperti anak tangga yang jumlahnya tiga dan masing masing mempunyai nama yang
diurut dari bawah, yaitu weton, pai, dan ganggong.
(b) pelok adalah pembatas tiap-tiap pepalihan. (c) penyorog adalah pembatas tiap-tiap pepalihan yang bagian tepinya mengalami kemiring empat puluh lima
derajat. (d) padma terdiri atas undakan yang berjumlah lima. (e) peneteh
adalah pembatas yang ukurannya dua senti meter. (f) pebentet adalah pembatas yang ukurannya lima senti meter. (g) gulesebungkul atau cakepgule adalah dua undak digabung menjadi satu dengan pinggiran menyerupai
sudut segi tiga. (h) amenlima adalah
bidang datar yang persegi empat panjang yang berada di tiap-tiap dinding dari wadah. (i) lelengen adalah ruang segi empat panjang berada di tiap-tiap sudut wadah (Wirya, 1994: 36).
Penggunakan pepalihan dan ragam hias wadah sesuai dengan pakem-pakem lontar Yama
Tattwa, dapat digolongkan dalam tri
angga (kaki, badan, dan kepala) tiga
kelompok besar, yaitu bagian kaki, bagian badan, dan bagian kepala. Adapun pepalihan yang ada pada pakem-pakem lontar yama tattwa seperti gambar 1. di bawah ini.
1.1 Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian Kaki
Bentuk pepalihan
yang terdapat di bagian kaki adalah gabungan dari lima pepalihan yang saling berkaitan antara pepalihan satu dengan yang lainnya. Diurut dari bawah, pepalihan bacem, pepalihan bedawang, pepalihan
gunung tanjak dan pepalihan gunung gelut.
1.1.1 Bacem
Pepalihan
bacem adalah pembagian
tempat untuk menempatkan ragam hias yang terdiri atas tujuh bagian dan
tiap-tiap bagian terdiri atas dua pepalihan
wayah yang masing-masing berjumlah tiga dan satu ruang yang lebar memanjang
sebagai pembatas dari dua pepalihan wayah, yaitu pelok. Ragam hias yang diterapkan merupakan pengulangan bentuk
yang memanjang dalam satu sisi, yang sering disebut motif.
Pepalihan
wayah terdiri atas (a) waton menggunakan motif ragam hias yang
digunakan berbentuk motif kakul-kakulan
yang diambil dari stiliran ekor siput, (b) pai
menggunakan motif ragam hias ganggong
yang merupakan stiliran
dari tanaman air kapu-kapu, (c) ganggong menggunakan motif ragam hias paku pipit yang merupakan stiliran dari daun-daun yang berjejer
seperti daun paku, (d) pelok berada di
tengah-tengah sebagai pembatas dari dua buah pepalihan wayah. Ragam hias yang digunakan adalah ragam hias patra samblung di sisi kiri dan kanan dan
di tengah digunakan ragam hias kuta mesir
(lambang swastika). Teknik pengerjaannya menggunakan pahatan tatah positif, pahatan
yang menonjolkan bentuk ragam hiasnya (Wirya, 1994: 54). Untuk lebih jelasnya pepalihan dan ragam hiasnya yang ada
pada pepalihan bacem seperti gambar 1.1.1. di bawah ini.
1.1.2 Bedawang
Pepalihan Bedawang adalah pepalihan
yang berbentuk segi empat panjang yang bagian pinggirannya berbentuk segi tiga,
untuk mendapatkan bentuk yang menyerupai badan kura-kura. Ragam hias yang
digunakan adalah stiliran dari kura-kura raksasa (empas), dan dua naga, yaitu naga
basuki dan naga anantaboga, sebagai simbol dari dasar bumi. Motif ragam hias
di pepalihan bedawang merupakan
kombinasi dari berbagai motif yang tergabung dalam keketusan, kekarangan dan
pepatran.
Dalam hal ini dibutuhkan ketrampilan khusus dan kreativitas tinggi untuk
mewujudkan bentuknya, sehingga secara
realitas tampak hidup (Wirya, 1994: 55). Bentuk pepalihan dan ragam hias bedawang
ini seperti gambar 1.1.2. di bawah ini.
1.1.3 Gunung Tajak
Pepalihan gunung tajak adalah
simbol dari daratan tempat makhluk hidup berpijak dan mempunyai kekuatan dan
ketahanan yang kokoh. Adapun motif ragam hias yang digunakan merupakan stiliran
dari binatang kepala gajah, gajah merupakan binatang yang terbesar di bumi dan
kuat sebagai simbol kekuatan alam dalam wujud tanah. Kepala raksasa bermata
satu, sebagai simbol dari kekuatan alam dalam wujud api, air, dan udara,
beberapa tumbuhan-tumbuhan yang selalu hidupnya di atas permukaan tanah sebagai
simbol kekuatan alam dalam wujud udara dan ruang hampa, ruang hampa adalah ruang
yang udara didalamnya tidak bisa keluar dan tidak bisa masuk secara bebas, dan
selalu ada di dalam setiap makhluk hidup dan benda mati (Wirya, 1994: 56). Wujud pepalihan dan ragam hias gunung tajak seperti gambar 1.1.3 di bawah ini.
1.1.4 Gunung Gelut
Pepalihan
gunung gelut adalah simbol gunung (batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan, dan
cerita mitos) yang melekat pada keagungan gunung. Adapun pepalihan yang diterapkan terdiri
dari dua pepalihan wayah dan satu
pembatas pelok untuk menaruh ragam hias
karang daun, patra
ulanda sebagai Simbol gunung. Di tiap-tiap sudut ditempatkan karang batu simbol dari isi dalam perut gunung dan di tengah karang bentulu sebagai simbol dari
kekuatan magis dari gunung, mitos raksasa bermata satu dalam cerita bomantaka. Pepalihan gunung gelut adalah puncuk
dari gunung yang berhubungan dengan langit sebagai jalan menuju alam nirwana
(Wirya, 1994: 57). Perwujudan pepalihan
dan ragam hias gunung gelut seperti gambar
1.1.4. di bawah ini.
1.1.5. Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian
Badan
Pada
bagian badan terdiri atas gabungan antara pepalihan
padma negara, pepalihan sancak
dan pepalihan
taman.
1.1.5.a. Padma Negara
Pepalihan padma negara adalah pepalihan
yang terdiri atas berbagai macam ukuran dan berbentuk segi empat panjang
terdiri atas gabungan dari pepalihan wayah,
padma, peneteh dan gulesebungkul.
Biasanya pepalihan ini tidak dihias. Adapun amanlima dan lelengen dihias dengan emas-emasan yang merupakan stiliran dari
bunga terong, patra punggel, patra samblung dan patra ulanda, sedangkan bagian belakang dihias dengan karang boma dibuat dari kapas dengan menggunakan
warna-warna dari bahan alam dan dikombinasikan dengan patra samblung dan patra
ulanda (Wirya, 1994: 58). Adapun bentuk pepalihan
padma negara dan ragam hias, seperti gambar 1.1.5.a. di bawah ini.
1.1.5.b. Sancak
Pepalihan
sancak adalah simbol dari
bagian tengah dari badan seperti tangan, dada, paru-paru, jantung, sebagai
tempat untuk bergerak dan menghirup udara. Pepalihan
yang diterapkan adalah pepalihan wayah,
pelok, bebentet, penyorog, peneteh, cakepgula, padma, dan tidak
dihias. Di bagian lainnya digunakan ragam hias stiliran dari burung garuda dan
burung gagak sebagai penguasa udara, dan tumbuhan merambat, bergelantungan, yang
selalu mencari dataran tinggi dan daerah tertinggi. Motif lainnya, yaitu kakul-kakulan, gangong, patra punggel, patra ulanda yang lengkap dengan bunga, buah,
dan bunga yang belum kembang, karang goak,
karang daun (wirya, 1994: 58). Bentuk
pepalihan dan ragam hias pepalihan cancak, seperti gambar 1.1.5.b. di bawah ini .
1.1.5.c. Taman
Pepalihan taman adalah simbol
dari isi alam dan sebagai tempat atman bersemayam. Adapun pepalihan yang digunakan, yaitu pepalihan
wayah, pelok,
bebentet, penyorog, padma, lelengen dan amenlima.
Bentuk ragam hias yang digunakan adalah stiliran binatang angsa yang bisa
memilih makanan, dan dianggap binatang yang disucikan (Wirya, 1994: 38). Angsa
merupakan binatang yang mempunyai nilai kebaikan, sehingga setiap melakukan
upacara besar selalu angsa dipakai sebagai sarana upacara, angsa adalah
kendaraan dari Dewi Saraswati yang
berarti memberikan jalan menuju
kebenaran yang abadi (Mangku Pulasari, 1987: 3). Ragam hias yang lainnya dalah kakul-kakulan, ganggong, patra ulanda, emas-emasan, karang goak, karang bentulu,
dan karang daun. Wujud pepalihan taman
dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.c. di bawah ini.
1.1.5.d. Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian Kepala
Pada bagian kepala terdiri atas gabungan
antara pepalihan padma sari, pepalihan
bada dara, pepalihan rongan dan pepalihan tumpang/atap.
1.1.5.d.1. Padma Sari
Pepalihan padma sari terdiri atas pepalihan wayah, pelok, penenteh, padma dan bebentet. Padma Sari melambangkan
bunga teratai yang sedang mekar. Bentuk ragam hias yang digunakan adalah stiliran dari bunga terong, daun waru,
kakul-kakulan dan paku
pipit. Adapun peneteh, padma dan bebentet
tidak dihias untuk memberikan variasi sebagai simbol bunga terarai (Wirya,
1994: 59). Bentuk pepalihan padma sari
dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.1 di bawah ini.
1.1.5.d.2 Bada Dara
Pepalihan bada dara adalah simbol keluar masuknya atman, sehingga berongga.
Bentuk ragam hias yang digunakan adalah stiliran dari air cucuran atap dan
beberapa daun waru. Dominan kelihatan adalah sendi dan tiang penyanggah rongan (tempat menaruh jenazah). Ida
Bagus Nyoman Parta mengatakan dibawah ini.
“...pepalihan bada dara
adalah pepalihan yang menyerupai rumah
burung dara yang lubangnya cukup seukuran burung dara. Burung dara dalam
kesehariannya selalu bersuara seperti orang yang mengucapkan mantra.
Terinspirasi dari bentuk rumah dan suara burung dara, maka terciptalah pepalihan bada dara. Manusia yang
meninggal dikehidupannya yang akan datang selalu ingat kepada Sang Pencipta.
Seperti sunarai yang ditiup angin bersuara berdu...” (Wawancara Parta, 12
Oktober 2010).
Pepalihan bada dara
terdiri atas pepalihan wayah, tiang
dan sendi, ruangannya sebagai ventilasi udara. Ragam hias yang digunakan adalah kakul-kakulan, ganggong dan paku pipit,
dengan karang daun yang penuh
reringgitan dan di tengahnya terdapat bunga yang sedang mekar (Wirya, 1994: 60).
Untuk memperjelas pendapat Parta dengan Wirya, mengenai pepalihan bada dara dan
ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.2. di bawah ini.
1.1.5.d.3. Rongan
Pepalihan rongan terdiri atas empat buah tiang dan lambang, sisi bagian
belakang ditutup penuh, sampingnya ditutup setengah tiang. Ruang ini dipakai
untuk wadah tempat jenazah ditidurkan.
Bentuk ragam hias yang digunakan adalah emas-emasan
stiliran dari bungan terong, paku pipit,
kakul-kakulan, dan patra cina. Mas-masan dan paku
pipit dikomposisikan secara beraturan dengan bentuk ukuran yang sama,
sesuai dengan alur bagian yang dihias.
Di bagian samping, ragam hias yang
digunakan adalah patra samblung lengkap dengan bunga buah dan tunas dari patra
samblung. Bagian belakang dihias denga ragam hias patra cina yang merupakan stiliran bunga mawar lengkap dengan batang,
daun, tunas bunga yang masih kuncup dan bunga mawar yang sedang mekar. Bagian
pojok dihias dengan ragam hias batu-batuan sebagai sendi dengan pasak wadah. Bentuk Pepalihan rongan lengkap dengan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.3. di bawah ini.
1.1.5.d.4. Tumpang/Atap
Pepalihan tumpang/atap adalah simbol dari mahkota, hiasan kepala untuk
menghindari panas dan hujan saat jenazah dibawa ke kuburan dan sebagai simbol
warna/derajat yang dimiliki keluarga yang meninggal. Bentuk ragam hias yang
digunakan adalah mas-masan, patra punggel
(Wirya, 1994: 48). Emas-emasan diatur
secara beraturan sesuai ruang tempat yang disediakan, ukuran dan komposisi emas-emasan
ditempatkan sesuai dengan proporsi dari bentuk tumpang/atap, makin keatas ragam hias emas-emasan makin mengecil
sesuai dengan jumlah tumpang/atapnya, sedangkan patra
punggel mendominasi tempa bagian
atas dan bagian pinggir dari bentuk keseluruhan tumpang/atap. Wujud pepalihan
tumpang dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.4 di bawah ini.
Bade yang
lengkap dikerjakan secara bergotong royong, waktu yang diambil dari konstruksi sampai
jadi, menghabiskan waktu sekitar empat tiga bulan. Belum lagi penerapan ragam
hias yang menguras waktu dua bulan. Sehingga waktu yang dibutuhkan sekitar lima
bulan (Wirya, 1994: 50). Kontruksi bade
menggunakan bambu dan kayu pilihan supaya saat di arak tidak patah. Bagian bade yang dijelaskan diatas jika
dirakit bentuknya sangat tinggi menyamai tinggi pohon kelapa yang diperkirakan
tujuh belas meter. Pada saat itu listrik belum ada didaerah pedesan sehingga
tidak ada yang menghalangi perjalan bade menuju pekuburan. Adapun bentuk bade itu, seperti gambar 1.1.5.d.5. di bawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rai
Arnita,dkk. 1997. Teks, Alih Aksara dan
Alih Bahasa Lontar Yama Purwwa Tattwa, Yama Purana Tattwa, Yama Purwana Tattwa
dan Yama Tattwa (terjemahan). Denpasar: Kantor Dokumentasi Budaya Bali.
Pulasari, Jro
Mangku.2007. Cakepan, Asata- Kosali,
Uperenggenia Lan Dharmaning Bhagawan Siswa Karma. Surabaya: Paramita.
Wirya, I Wayan. 1994, “Bade Padma Negara”( Skripsi). Denpasar: STSI
Denpasar.
hasil penelitian ini, mudah-mudahan berguna bagi masyarakat luas khususnya yang beragama hindu, yang menggunakan bangunan wadah sebagai sarana ngaben, dan sedikit tidaknya memahami makna yang terkandung dalam bangunan wadah tersebut. terimakasih.
BalasHapus