Kamis, 14 Februari 2013

ORNAMEN 1 Lontar Yama Tattwa sebagai pakem mendirikan bangunan wadah (Matakuliah Ornamen Satu PSRD ISI Denpasar) Oleh: I Gusti Ngurah Agung Jaya CK.SSn.,M.Si. NIP: 196805161998021001, 140213

ORNAMEN 1
Lontar Yama Tattwa sebagai pakem mendirikan bangunan wadah
(Matakuliah Ornamen Satu PSRD ISI Denpasar)
Oleh: I Gusti Ngurah Agung Jaya CK.SSn.,M.Si.
NIP: 196805161998021001, 140213

1. Pakem Lontar Yama Tattwa
       Dari pakem-pakem yang dijelaskan dalam lontar yama tatwa dapat dijabarkan oleh I Wayan Wirya dalam tiga bagian, yaitu bagian kaki, bagian badan dan bagian kepala, dengan bentuk pepalihan dan ragam hias yang melekat pada wadah, yaitu (1) pada bagian kaki terdiri atas pepalihan bacem, pepalihan bedawang,  pepalihan gunung tajak dan  pepalihan gunung gelut; (2) bagian badan terdiri atas pepalihan padma negara, pepalihan sancak dan pepalihan taman; (3) bagian kepala terdiri atas pepalihan padma sari,  pepalihan badadara,
pepalihan rongan, dan  pepalihan tumpang/atap.
       Tiap-tiap bagian pepalihan yang terdapat pada wadah, terdiri atas susunan pepalihan yang berukuran besar, sedang, dan kecil. (a) pepalihan wayah adalah pundan berundak tiga seperti anak tangga yang jumlahnya tiga dan masing masing mempunyai nama yang diurut dari bawah, yaitu weton, pai, dan  ganggong. (b) pelok adalah pembatas tiap-tiap pepalihan. (c) penyorog adalah pembatas tiap-tiap pepalihan yang bagian tepinya mengalami kemiring empat puluh lima derajat. (d) padma terdiri  atas undakan yang berjumlah  lima. (e) peneteh adalah pembatas yang ukurannya dua senti meter. (f) pebentet adalah pembatas yang ukurannya lima senti meter. (g) gulesebungkul atau cakepgule adalah dua undak digabung menjadi satu dengan pinggiran menyerupai sudut segi tiga. (h) amenlima adalah bidang datar yang persegi empat panjang yang berada di tiap-tiap dinding dari wadah. (i) lelengen adalah ruang segi empat panjang berada di tiap-tiap sudut wadah (Wirya, 1994: 36).      
       Penggunakan pepalihan dan ragam hias wadah sesuai dengan pakem-pakem lontar Yama Tattwa, dapat digolongkan dalam tri angga  (kaki, badan, dan kepala) tiga kelompok besar, yaitu bagian kaki, bagian badan, dan bagian kepala. Adapun pepalihan yang ada pada pakem-pakem lontar yama tattwa seperti gambar 1. di bawah ini.

1.1 Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian Kaki
         Bentuk pepalihan yang terdapat di bagian kaki adalah gabungan dari lima pepalihan yang saling berkaitan antara pepalihan satu dengan yang lainnya. Diurut dari bawah, pepalihan bacem, pepalihan bedawang, pepalihan gunung tanjak dan pepalihan gunung gelut.
1.1.1 Bacem
           Pepalihan bacem adalah pembagian tempat untuk menempatkan ragam hias yang terdiri atas tujuh bagian dan tiap-tiap bagian terdiri atas dua pepalihan wayah yang masing-masing berjumlah tiga dan satu ruang yang lebar memanjang sebagai pembatas dari dua pepalihan wayah, yaitu pelok. Ragam hias yang diterapkan merupakan pengulangan bentuk yang memanjang dalam satu sisi, yang sering disebut motif.
           Pepalihan wayah terdiri atas (a) waton menggunakan motif ragam hias yang digunakan berbentuk motif kakul-kakulan yang diambil dari stiliran ekor siput, (b) pai menggunakan motif ragam hias ganggong yang merupakan stiliran
dari tanaman air kapu-kapu, (c) ganggong menggunakan motif ragam hias paku pipit yang merupakan stiliran dari daun-daun yang berjejer seperti daun paku, (d) pelok berada di tengah-tengah sebagai pembatas dari dua buah pepalihan wayah. Ragam hias yang digunakan adalah ragam hias patra samblung di sisi kiri dan kanan dan di tengah digunakan ragam hias kuta mesir (lambang swastika). Teknik pengerjaannya menggunakan pahatan tatah positif, pahatan yang menonjolkan bentuk ragam hiasnya (Wirya, 1994: 54). Untuk lebih jelasnya pepalihan dan ragam hiasnya yang ada pada pepalihan bacem seperti gambar 1.1.1. di bawah ini.
1.1.2 Bedawang
           Pepalihan Bedawang adalah  pepalihan yang berbentuk segi empat panjang yang bagian pinggirannya berbentuk segi tiga, untuk mendapatkan bentuk yang menyerupai badan kura-kura. Ragam hias yang digunakan adalah stiliran dari kura-kura raksasa (empas), dan dua naga, yaitu naga basuki dan  naga anantaboga, sebagai simbol dari dasar bumi. Motif ragam hias di pepalihan bedawang merupakan kombinasi dari berbagai motif yang tergabung dalam keketusan, kekarangan dan  pepatran. Dalam hal ini dibutuhkan ketrampilan khusus dan kreativitas tinggi untuk mewujudkan bentuknya,  sehingga secara realitas tampak hidup (Wirya, 1994: 55). Bentuk pepalihan dan ragam hias bedawang ini seperti  gambar 1.1.2. di bawah ini.
1.1.3  Gunung Tajak
             Pepalihan gunung tajak adalah simbol dari daratan tempat makhluk hidup berpijak dan mempunyai kekuatan dan ketahanan yang kokoh. Adapun motif ragam hias yang digunakan merupakan stiliran dari binatang kepala gajah, gajah merupakan binatang yang terbesar di bumi dan kuat sebagai simbol kekuatan alam dalam wujud tanah. Kepala raksasa bermata satu, sebagai simbol dari kekuatan alam dalam wujud api, air, dan udara, beberapa tumbuhan-tumbuhan yang selalu hidupnya di atas permukaan tanah sebagai simbol kekuatan alam dalam wujud udara dan ruang hampa, ruang hampa adalah ruang yang udara didalamnya tidak bisa keluar dan tidak bisa masuk secara bebas, dan selalu ada di dalam setiap makhluk hidup dan benda mati (Wirya, 1994: 56). Wujud pepalihan dan ragam hias gunung tajak seperti gambar 1.1.3 di bawah ini.
1.1.4  Gunung Gelut
             Pepalihan gunung gelut adalah simbol gunung (batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan, dan cerita mitos) yang melekat pada keagungan gunung. Adapun pepalihan yang diterapkan  terdiri dari dua pepalihan wayah dan satu pembatas  pelok untuk menaruh ragam  hias karang daun,  patra ulanda sebagai Simbol gunung. Di tiap-tiap sudut ditempatkan karang batu simbol dari isi dalam perut gunung dan di tengah karang bentulu sebagai simbol dari kekuatan magis dari gunung, mitos raksasa bermata satu dalam cerita bomantaka. Pepalihan gunung gelut adalah puncuk dari gunung yang berhubungan dengan langit sebagai jalan menuju alam nirwana (Wirya, 1994: 57). Perwujudan pepalihan dan ragam hias gunung gelut seperti gambar 1.1.4. di bawah ini.
1.1.5.  Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian Badan
         Pada bagian badan terdiri atas gabungan antara pepalihan padma negara, pepalihan sancak dan  pepalihan taman.
1.1.5.a. Padma Negara
           Pepalihan padma negara adalah pepalihan yang terdiri atas berbagai macam ukuran dan berbentuk segi empat panjang terdiri atas gabungan dari pepalihan wayah, padma, peneteh dan gulesebungkul. Biasanya pepalihan ini tidak dihias. Adapun amanlima dan lelengen dihias dengan emas-emasan yang merupakan stiliran dari bunga terong, patra punggel, patra samblung dan patra ulanda, sedangkan bagian belakang dihias dengan karang boma dibuat dari kapas dengan menggunakan warna-warna dari bahan alam dan dikombinasikan dengan patra samblung dan patra ulanda (Wirya, 1994: 58). Adapun bentuk pepalihan padma negara dan ragam hias, seperti gambar 1.1.5.a. di bawah ini.
1.1.5.b. Sancak
            Pepalihan sancak adalah simbol dari bagian tengah dari badan seperti tangan, dada, paru-paru, jantung, sebagai tempat untuk bergerak dan menghirup udara. Pepalihan yang diterapkan adalah pepalihan wayah, pelok, bebentet, penyorog, peneteh, cakepgula, padma, dan tidak dihias. Di bagian lainnya digunakan ragam hias stiliran dari burung garuda dan burung gagak sebagai penguasa udara, dan tumbuhan merambat, bergelantungan, yang selalu mencari dataran tinggi dan daerah tertinggi. Motif lainnya, yaitu kakul-kakulan, gangong, patra punggel, patra ulanda yang lengkap dengan bunga, buah, dan bunga yang belum kembang, karang goak, karang daun (wirya, 1994: 58). Bentuk pepalihan dan ragam hias pepalihan cancak, seperti  gambar 1.1.5.b. di bawah ini .
1.1.5.c. Taman
             Pepalihan taman adalah simbol dari isi alam dan sebagai tempat atman bersemayam. Adapun pepalihan yang digunakan, yaitu pepalihan wayah, pelok, bebentet, penyorog, padma, lelengen dan amenlima. Bentuk ragam hias yang digunakan adalah stiliran binatang angsa yang bisa memilih makanan, dan dianggap binatang yang disucikan (Wirya, 1994: 38). Angsa merupakan binatang yang mempunyai nilai kebaikan, sehingga setiap melakukan upacara besar selalu angsa dipakai sebagai sarana upacara, angsa adalah kendaraan dari Dewi Saraswati yang berarti memberikan jalan  menuju kebenaran yang abadi (Mangku Pulasari, 1987: 3). Ragam hias yang lainnya dalah kakul-kakulan, ganggong, patra ulanda, emas-emasan, karang goak, karang bentulu, dan karang daun. Wujud pepalihan taman dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.c. di bawah ini.
1.1.5.d. Pepalihan dan Ragam Hias Wadah Bagian Kepala
         Pada bagian kepala terdiri atas gabungan antara pepalihan padma sari,  pepalihan bada dara,  pepalihan rongan dan  pepalihan tumpang/atap.
1.1.5.d.1.  Padma Sari
            Pepalihan padma sari terdiri atas  pepalihan wayah, pelok, penenteh,  padma dan bebentet. Padma Sari melambangkan bunga teratai yang sedang mekar. Bentuk ragam hias yang digunakan  adalah stiliran dari bunga terong, daun waru, kakul-kakulan dan  paku pipit. Adapun  peneteh, padma dan  bebentet tidak dihias untuk memberikan variasi sebagai simbol bunga terarai (Wirya, 1994: 59). Bentuk pepalihan padma sari dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.1 di bawah ini.
1.1.5.d.2  Bada Dara
            Pepalihan bada dara adalah simbol keluar masuknya atman, sehingga berongga. Bentuk ragam hias yang digunakan adalah stiliran dari air cucuran atap dan beberapa daun waru. Dominan kelihatan adalah sendi dan tiang penyanggah rongan (tempat menaruh jenazah). Ida Bagus Nyoman Parta mengatakan dibawah ini.
“...pepalihan bada dara adalah pepalihan yang menyerupai rumah burung dara yang lubangnya cukup seukuran burung dara. Burung dara dalam kesehariannya selalu bersuara seperti orang yang mengucapkan mantra. Terinspirasi dari bentuk rumah dan suara burung dara, maka terciptalah pepalihan bada dara. Manusia yang meninggal dikehidupannya yang akan datang selalu ingat kepada Sang Pencipta. Seperti sunarai yang ditiup angin bersuara berdu...” (Wawancara Parta, 12 Oktober 2010).

            Pepalihan bada dara terdiri atas pepalihan wayah, tiang dan sendi, ruangannya sebagai ventilasi udara. Ragam  hias yang digunakan adalah kakul-kakulan, ganggong dan paku pipit, dengan karang daun yang penuh reringgitan dan di tengahnya terdapat bunga yang sedang mekar (Wirya, 1994: 60). Untuk memperjelas pendapat Parta dengan Wirya, mengenai pepalihan bada dara dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.2. di bawah ini.
1.1.5.d.3. Rongan
           Pepalihan rongan terdiri atas empat buah tiang dan lambang, sisi bagian belakang ditutup penuh, sampingnya ditutup setengah tiang. Ruang ini dipakai untuk wadah  tempat jenazah ditidurkan. Bentuk ragam  hias yang digunakan adalah emas-emasan stiliran dari bungan terong, paku pipit, kakul-kakulan, dan patra cina. Mas-masan dan  paku pipit dikomposisikan secara beraturan dengan bentuk ukuran yang sama, sesuai dengan alur bagian yang dihias.
           Di bagian samping, ragam hias yang digunakan adalah  patra samblung lengkap dengan bunga buah dan tunas dari  patra samblung. Bagian belakang dihias denga ragam hias patra cina yang merupakan stiliran bunga mawar lengkap dengan batang, daun, tunas bunga yang masih kuncup dan bunga mawar yang sedang mekar. Bagian pojok dihias dengan ragam hias batu-batuan sebagai sendi dengan pasak wadah. Bentuk Pepalihan rongan lengkap dengan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.3. di bawah ini.
1.1.5.d.4. Tumpang/Atap
            Pepalihan tumpang/atap adalah simbol dari mahkota, hiasan kepala untuk menghindari panas dan hujan saat jenazah dibawa ke kuburan dan sebagai simbol warna/derajat yang dimiliki keluarga yang meninggal. Bentuk ragam hias yang digunakan adalah mas-masan, patra punggel (Wirya, 1994: 48). Emas-emasan  diatur secara beraturan sesuai ruang tempat yang disediakan, ukuran dan komposisi emas-emasan ditempatkan sesuai dengan proporsi dari bentuk tumpang/atap, makin keatas ragam hias emas-emasan makin mengecil sesuai dengan jumlah tumpang/atapnya, sedangkan  patra punggel  mendominasi tempa bagian atas dan bagian pinggir dari bentuk keseluruhan tumpang/atap. Wujud pepalihan tumpang dan ragam hiasnya, seperti gambar 1.1.5.d.4 di bawah ini.
       Bade yang lengkap dikerjakan secara bergotong royong, waktu yang diambil dari konstruksi sampai jadi, menghabiskan waktu sekitar empat tiga bulan. Belum lagi penerapan ragam hias yang menguras waktu dua bulan. Sehingga waktu yang dibutuhkan sekitar lima bulan (Wirya, 1994: 50). Kontruksi bade menggunakan bambu dan kayu pilihan supaya saat di arak tidak patah. Bagian bade yang dijelaskan diatas jika dirakit bentuknya sangat tinggi menyamai tinggi pohon kelapa yang diperkirakan tujuh belas meter. Pada saat itu listrik belum ada didaerah pedesan sehingga tidak ada yang menghalangi perjalan bade menuju pekuburan. Adapun bentuk bade itu, seperti gambar 1.1.5.d.5. di bawah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Rai Arnita,dkk. 1997. Teks, Alih Aksara dan Alih Bahasa Lontar Yama Purwwa Tattwa, Yama Purana Tattwa, Yama Purwana Tattwa dan Yama Tattwa (terjemahan). Denpasar: Kantor Dokumentasi Budaya Bali.
Pulasari, Jro Mangku.2007. Cakepan, Asata- Kosali, Uperenggenia Lan Dharmaning Bhagawan Siswa Karma. Surabaya: Paramita.
Wirya, I Wayan. 1994, Bade Padma Negara”( Skripsi). Denpasar: STSI
Denpasar.


1 komentar:

  1. hasil penelitian ini, mudah-mudahan berguna bagi masyarakat luas khususnya yang beragama hindu, yang menggunakan bangunan wadah sebagai sarana ngaben, dan sedikit tidaknya memahami makna yang terkandung dalam bangunan wadah tersebut. terimakasih.

    BalasHapus